Wednesday, September 5, 2012

Genangan Air



Bird Abstraction - Darminto M Sudarmo

Puisi ini hanya kesaksian
tentang peristiwa yang tak pernah ada.

         

Menangkap bayangan di genangan air

Seorang ibu muda melihat jagat raya

Terbentang melintas, tanpa batas

Tergeletak letih di sebuah bilik

Dilingkari dinding tebal dan dingin

Dipagari jeruji besi dan cambuk penjaga

Ia meracau antara lelap dan terjaga



Pagi hari, dingin berkabut

Gerimis jatuh meronta-ronta

Seorang ibu muda meracau gelisah

menyelinap di tumpukan sejarah

Wajahnya kuyu, rambutnya beku

Ia menahan duka lalu katanya,





             Anakku, kutinggalkan kau

             di lipatan peradaban

             Di antara pilihan yang tak terduga

             Di antara yang bingung dan entah apa

             Menangislah, jika itu membuatmu lega

             Mungkin ada gelandangan lewat,

             menemukanmu

             Mengasuh dan membesarkanmu

             Mungkin saja

             Mungkin juga tak terjadi apa-apa

             Kau tak tahu, apa itu

             Tapi apa pedulimu?

             Ada tidak ada, biarkan saja



Ibu muda itu mundur beberapa langkah

Mencakar-cakar rambutnya yang merangah

Memandang langit dengan sengit

Memukul bumi dengan perih hati

Sesosok tubuh membayang di antara kabut

Seorang laki-laki seorang setan

Seseorang yang muncul dari kemustahilan

Seseorang yang menjadi binatang hina

Seorang anjing liar memandang nanar

Mengkais-kais sampah

Mendengus-dengus rakus

Menyeret-nyeret rahasia, sebungkus pertanyaan

Hujan turun sederas air luka.



             Anakku, koran dan tabloid menjadi sibuk

             Menggelar kebohongan berita cemar

             Orang tak berdaya hanya ternganga

             Aku tak mengenal lagi jejak teka-teki

             Siapa binasa siapa menyiksa

             Apa benar ini kebenaran?



Menangkap bayangan di genangan air

Ibu muda itu melihat gelap

Tak ada apa-apa, tidak juga siapa-siapa

Mimpinya tergeletak letih di sebuah bilik

Sepi hitam runcing muram

Jerejak besi, dingin, dan perangkap harap.



             Anakku, mengapa aku di sini

             Bukankah mustahil kulahirkan kau

             jika aku bukan ibu bagi anakku

             Perlukah kita berpisah

             jika ada pertalian darah

             Anakku, temukan jawaban teka teki ini

             pada sesosok manusia

             yang bernama: laki-laki!


 Jakarta, 1997

0 comments:

Post a Comment

Contact